Rabu, 10 September 2008

Problem Persitara, Problem Sriwijaya

MEMASUKI laga ke-63, Indonesia Super League (ISL) 2008/2009 makin hot. Perang bukan jadi milik magnificent seven (tujuh teratas) atau the big four (empat teratas) saja. Namun, terjadi juga di tim-tim penghuni zona merah. Hanya saja, tim zona bawah, mayoritas dilanda krisis keuangan paling parah.
Persitara misalnya. Tim yang kini menghuni juru kunci, berkoar untuk mengakhiri keterpurukannya. Maklum, dari 7 laga yang telah mereka lakoni, tak sekalipun meraih kemenangan. Selisih gol mereka minus 11 (4 memasukkan, 15 kemasukan), Terparah di klasemen sementara saat ini.
“Kami sudah puas berada dijuru kunci. Ini benar-benar memalukan. Tapi, mau bagaimana lagi. Berbagai problem sepertinya terus berpihak pada kami,” koar coach Persitara Dadang Iskandar, seperti dilansir Indopos (grup Sumatera Ekspres), kemarin (9/9).
Laskar si Pitung—julukan Persitara—sebenarnya sedang diterpah problem paling pelik. Mereka belum juga menentukan head coach. Duet Dadang Iskandar dan Ishak Sahateppy, masih sebatas karateker saja. Termasuk saat menghadapi Sriwijaya FC, Sabtu (13/9) mendatang.
Tim ini baru saja ditinggalkan Jacksen F Tiago, yang “pindah” ke Persipura. Padahal, sebelumnya Persitara telah kehilangan coach asing Richard Rachid Azreg. Pelatih asal Belanda ini tidak tahan dengan kondisi keuangan Persitara yang carut marut. Kabar terkini, Taupik Kasrun dkk telat gajian 5 bulan. Tepatnya sejak Mei lalu. Manajer Persitara Hari Ruswanto membenarkan, kondisi keuangan klubnya kini memang parah. ”Kas kami benar-benar kosong. Ini benar-benat sangat menyulitkan tim,” tukas hari.
Pemain pun sudah berkeluh kesah. Kapten Hariman Siregan misalnya, harus kas bon pada manajer, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. “Kalau begini terus, saya yakin Persitara tidak akan menyelesaikan kompetisi,” ujarnya.Problem serupa, sebenarnya juga menimpah Sriwijaya FC. Tim berjuluk Laskar Wong Kito ini dua bulan tidak gajian. Menurut salah satu sumber terpercaya, kas di Yayasan SFC benar-benar kosong.
Manajer MC Baryadi merogoh kocek lebih dalam untuk menalangi keterlambatan tersebut. Namun, dirinya hanya mampu meminjamkan Rp 800 juta saja. Atau 50 persen dari total gaji para punggawa SFC. “Saya gak kuat lagi. Krisis keuangan SFC sangat serius. Pemrov Sumsel sebagai pemilik SFC, harus segera mengatasi problem ini,” tukas Baryadi.

Tidak ada komentar: