Jumat, 25 Juli 2008

Butuh Profesionalisme Kepengurusan

SRIWIJAYA FC kini sedang dilanda badai terkait miskinnya dana klub. Seretnya dana yang dialami SFC tidak terlepas dari dikuranginya penggunaan dana dari APBD untuk klub profesional ini.
Harus diakui, pada umumnya kesebelasan yang di-backup dana APBD, tidak saja SFC, tapi seluruh klub di tanah air, kemungkinan krisis dana itu selalu ada. Karena dari awal sudah menggunakan APBD. Karena terbuai dana dari APBD ini, maka manajemen klub kadang terlena untuk mencari sumber dana sendiri. Akibatnya, ketika pemerintah pusat memutuskan adanya pelarangan bagi klub profesional untuk menggunakan dana APBD, klub akan kelimpungan. Klub menjadi krisis keuangan. Sedangkan orang-orang yang ada di dalam klub (pengurus klub) belum memiliki kemampuan untuk mengelola dana secara baik dan efektif.
Meskipun Laskar Sriwijaya kini sudah berubah menjadi sebuah yayasan, tetapi masih belum ada tokoh yang pas duduk di struktur kepengurusan yayasan. Banyak saja pengurus tapi belum ada yang pas, misalnya untuk akses mencari sponsor, baik ke BUMN atau BUMD dan juga keperusahaan swasta.
Padahal kebutuhan tim untuk mengarungi Liga Super sangatlah banyak. Untuk itu intinya profesionalisme kepengurusan dalam yayasan SFC. Selain itu juga dibutuhkan dukungan masyarakat banyak. Kalau tidak, maka bukan tidak mungkin klub ini akan kolaps. Sebagai masyarakat Sumsel, kita sangat miris mendengar SFC yang merupakan tim peraih double winners tapi nunggak membayar gaji pemainnya.

Tiket Sangat Membantu
Untuk mendongkrak penghasilan klub, dukungan masyarakat banyak juga dibutuhkan, utamanya membeli tiket dan pernak-pernik SFC. Bukan saja masyarakat umum, pengurus klub dan juga suporter harus sadar dalam membeli tiket, bukan berusaha mencari tiket gratis.
Seperti di Arema, selain dari sponsor juga mereka berdayakan tiket. Untuk tiket ini, jika efektif dan tidak banyak kebocoran, maka dapat membantu sekitar 15 sampai 20 persen kebutuhan tim. Pengurus dan suporter juga sadar untuk membeli tiket, bukan ribut ketika harga tiket dinaikkan.
Sementara untuk menyelamatkan kelangsungan SFC yang terancam patah ditengah jalan, para pengurus Yayasan perlu bertindak cepat untuk mencarikan sponsor yang setidaknya dapat meringankan beban biaya SFC. Selain itu masyarakat juga ikut andil dengan beramai-ramai membeli tiket dan memadati stadion.
Selain itu kepengurusan juga harus dipegang orang yang profesional dan mengerti. Pengurus secepatnya menggaet sponsorship dan keuangan harus terbuka. Untuk sponsorship harus win-win solutions misalnya dengan promosi logo sponsor di kostum pemain.
Pada saat Syahrial Oesman masih menjadi Ketua Umum SFC, berbekal jabatan sebagai gubernur lebih mudah untuk mendapatkan dana. Sekarangpun, dengan pergantian kepengurusan, sebenarnya masih mampu mendapatkan dana. Hanya pengurus baru tidak begitu peduli dengan kelangsungan SFC.

Tidak ada komentar: